Mencari Referensi-Referensi Yang Relevan
Nama: Wahyu Andika
Npm: 202246500657
Kelas: R3i
Matkul: Filsafat Seni
Dosen: Dr.Sn. Angga Kusuma Dawami M.Sn.
Perbandingan 30 Artikel Meliputi
objek, teori/pendekatan, analisis, dan kesimpulan
1. Analisis Semiotika dalam Novel Gadis Pesisir
- Link: https://jurnal.uns.ac.id/prosidingsemantiks/article/view/39002
- objek: Interpretant
- pendekatan/teori: Charles Sanders Pierce
Merujuk modul Konstruksi Konsep Seni, Aristoteles mengungkapkan bahwa seni harus dinilai sebagai suatu tiruan, yakni tiruan alamiah dan dunia manusia. Namun Aristoteles tidak mengartikan seni sekadar tiruan, melainkan seni harus memiliki keunggulan falsafi yakni bersifat dan bernada universal
- Analisis: Penelitian ini bertujuan untuk merepresentasikan masyarakat Pesisir pada novel Gadis Pesisir karya Nunuk Y. Kusmiana. Penelitian ini menggunakan kajian semiotika dari Charles Sanders Pierce. Proses pemaknaan menurut Pierce terbagi menjadi tiga tahap yaitu penyerapan signifier (representament), penunjukan representamen pada object dan penafsiran lanjut (interpretant). Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian tekstual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peneliti menemukan signifier (representament) dari kata “ Pesisir” yang mengarah pada objek berupa hitam, kurus dan rakus ( indeks), serta makanan dan pakaian sebagai simbol . pada tahap penafsiran akhir dalam novel yang dapat mengarah pada kemiskinan (rheme) sebagai interpretant. Tanda-tanda tersebut tersebar dalam bentuk kata-kata, frasa, maupun kalimat yang terdapat dalam novel. Berdasarkan tanda-tanda yang berhasil dikumpulkan dapat memberi pehaman tentang gambaran kehidupan masyarakat pesisir Papua yang kebanyakan terdiri dari pendatang yang cenderung mengarah pada masalah sosial, yakni kemiskinan.
- kesimpulan: paparan tersebut menunjukan bahwa representasi masyarakat pesisir digambarkan lebih. kearah serba kekurangan atau kemiskinan, susahnya memenuhi kebutuhan sehari hari sehingga gambaran keluarga halijah menjadi sebuah potret betapa pendatang tidak mempersiapkan dengan baik tujuan hidupnya di daerah baru
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
2. Analisis Ideologi Jawa pada Puisi-Puisi Karya Sapardi Djoko Damono
Link: https://online-journal.unja.ac.id/pena/article/view/9343
Objek: puisi puisi
teori/pendekatan: Charles Sanders Pierce
Menurut Teori Semiotika Charles Sander Peirce, semiotika didasarkan pada logika, karena logika mempelajari bagaimana orang bernalar, sedangkan penalaran menurut Peirce dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda ini menurut Peirce memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Dalam hal ini manusia mempunyai keanekaragaman akan tanda-tanda dalam berbagai aspek di kehidupanya. Dimana tanda linguistik menjadi salah satu yang terpenting. Dalam teori semiotika ini fungsi dan kegunaan dari suatu tanda itulah yang menjadi pusat perhatian. Tanda sebagai suatu alat komunikasi merupakan hal yang teramat penting dalam berbagai kondisi serta dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek komunikasi.
Analisis: Artikel ini membahas ideologi Jawa pada kumpulan puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono. Pembahasan ideologi difokuskan pada aspek-aspek tanda yang terdapat di dalam teks dan relasinya dengan teks yang lain. Pada penelitian ini, ideologi diejawantah berdasarkan relasi tanda yang muncul sebagai bagian dari representasi yang mewakili teks dan konteks yang mengerangkai keseluruhan puisi. Tanda-tanda yang akan dianalisis mengacu pada teori semiotika yang dipaparkan oleh Pierce, yaitu dengan membahas ikon, indeks, dan simbol. Representasi terhadap tanda ini akan merujuk pada makna yang ada pada keseluruhan puisi. Selain itu, pembahasannya akan diperkuat dengan intertekstualitas yang terdapat pada puisi dengan melihat keterkaitannya dengan teks lain. Metode yang digunakan adalah metode penelitian semiotika, yakni dengan membahas teks puisi berdasarkan struktur teks, gagasan yang terkandung di dalamnya, serta representasi ideologi berdasarkan struktur dan gagasan tersebut. Hasil penelitian ini adalah representasi ideologi pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono yang meliputi konsep ideologi manusia Jawa tentang konsep kelahiran manusia, konsep hubungan baik dengan sesama, konsep kematian, dan konsep manusia sempurna. Konsep-konsep tersebut merepresentasi gambaran manusia Jawa secara utuh dan kompreshensif berdasarkan puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono.
Kesimpulan: Pengklasifikasian fase-fase tersebut merupakan bagian dari pemahaman dalam menggambarkan pola-pola kehidupan masyakarat dalam budaya Jawa. Fase-fase tersebut menunjukkan pemahaman manusia Jawa dalam melihat kehidupan secara utuh. Di samping itu, ada ciri khusus melihat ajaran mistisisme Jawa dalam puisi Sapardi Djoko Damono, yakni diantaranya ada konsep “mendewakan” sesuatu. Seperti yang dijabarkan oleh Simuh (2016: 133) bahwa konsep perilaku mendewakan pada mitos terhadap ruh nenek moyang akan melahirkan penyembahan (anceptor worship) yang mendorong terjadinya hukum adat, kebudayaan, dan relasirelasi pendukungnya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Layungkuning (2018: 1-2) menjelaskan bahwa masyarakat Jawa mempercayai kekuatan-kekuatan yang berada di sekitar mereka, kekuatan-kekuatan tersebut menjadi salah satu elemen yang dapat mewujudkan keharmonisan di dunia. Selain itu, pola-pola akan sinkretisme budaya tersebut tampak pada penggunaan nama dan istilah yang merujuk pada nama dan istilah ketuhanan atau kekuatan gaib lain yang tersebar pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damon
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
3. Analisis Pesan Moral dalam Film Rudy Habibie Karya Hanung Bramantyo
Link : https://www.neliti.com/publications/205964/representasi-pesan-moral-dalam-film-rudy-habibie-karya-hanung-bramantyo-analisis
Objek: film habibie dan ainun
Teori/pendekatan: Charles Sanders Pierce
Menurut Teori Semiotika Charles Sander Peirce, semiotika didasarkan pada logika, karena logika mempelajari bagaimana orang bernalar, sedangkan penalaran menurut Peirce dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda ini menurut Peirce memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Dalam hal ini manusia mempunyai keanekaragaman akan tanda-tanda dalam berbagai aspek di kehidupanya. Dimana tanda linguistik menjadi salah satu yang terpenting. Dalam teori semiotika ini fungsi dan kegunaan dari suatu tanda itulah yang menjadi pusat perhatian. Tanda sebagai suatu alat komunikasi merupakan hal yang teramat penting dalam berbagai kondisi serta dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek komunikasi.
Analisis: Film Rudy Habibie menggambarkan bagaimana pesan moral yang dipresentasikan oleh sosok tokoh rudy yang menjadi pemeran utama dalam cerita. Didalam hasil mengenai pesan moral yang terkandung dalam film rudy habibie, memiliki 11 scene ini peneliti membagi menjadi 3 bagian yaitu hubungan manuia dengan tuhan, hubungan manusia dengan, hubungan manusia dengan lingkungan sosial. Dalam penelitian representasi pesan moral dalam film Rudy Habibie ini terdapat kaitannya dengan teori yang dikemukakan oleh Roland Barthes, dengan menggunakan teori Roland Barthes tersebut peneliti dapat menemukan bagaimana pesan moral dipresentasikan di dalam film Rudy Habibie.Peneliti mengandalkan analisis semiotika dengan menggunakan penganalisisan makna denotasi, konotasi dan mitos yang terdapat dalam film Rudy Habibie, dalam menemukan makna yang terkandung dan tersembunyi dalam sebuah tanda pada sebuah film.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil pada pembahasan yang merupakan analisa dari peneliti melalui elemen representasi pesan moral yang dianalisis melalui unit analisis Semiotika Roland Barthes, maka ditemukan hasil bahwa makna denotasi, konotasi dan mitos dalam film rudy habibie, lebih dominan menunjukkan pesan moral religius, seperti rudy kecil sedang belajar mengaji dengan seorang gurunya bersama teman-temannya. Menggunakan kopiah serta baju muslim khusyuk membaca ayat suci al quran. Rudy membaca surat al ikhlas, kemudian gurunya meminta untuk berhenti sejenak karena ada kesalahan tanda baca. Dengan membaca al quran dapat memberikan ketenangan jiwa serta terhindar dari perbuatan buruk, rudy menunjukkan dirinya sejak dini telah didik oleh orang tuanya untuk taat beribadah. 2. Berdasarkan hasil pada pembahasan yang merupakan analisa dari peneliti melalui elemen representasi pesan moral yang dianalisis melalui unit analisis Semiotika Roland Barthes, maka ditemukan hasil bahwa pesan moral dalam film rudy habibie sisi kehidupan melalui tanda-tanda yang muncul baik visual maupun verbal di dalam masing-masing adegan yang mengandung pesan moral dalam berbagai sisi kehidupan dapat dibagi menjadi tiga yaitu : Pesan moral hubungan manusia dengan Tuhan, Pesan moral hubungan manusia dengan manusia, Pesan moral hubungan manusia dengan lingkungan sosialHubungan manusia dengan Tuhan, rudy sangatlah rajin beribadah melaksanakan sholat dan selalu berdoa. Hubungan manusia dengan manusia, rudy memiliki sifat sabar, sopan santun kepada sesamanya dan saling menghargai terhadap perbedaan pendapat. Dan terakhir Hubungan manusia dengan
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
4. Analisis Film “Surat Kecil Untuk Tuhan”
Link: https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/diskursus/article/view/6668
Objek: Film Surat Kecil Untuk Tuhan
Teori/Pendekatan: Charles Sander Peirce dan sosiologi sastra
Analisis: Analisis semiotika merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap suatu teks, sistem lambang, simbol, atau tanda- tanda (signs), baik yang terdapat pada media massa (berita, tayangan televisi, film, dan sebagainya) maupun yang terdapat di luar media massa (lukisan, patung, fashion, dan sebagainya) (Sobur, 2003). Berdasarkan pemilihan objeknya, peneliti bermaksud menganalisis struktur tanda dan makna pada film “Surat Kecil Untuk Tuhan” dengan menggunakan pendekatan analisis semiotika Charles Sanders Peirce tentang struktur tanda (level sintagmatik) dan representasi makna (level paradigmatik). Orientasi penelitian ini selanjutnya akan menggambarkan makna film “Surat Kecil Untuk Tuhan”. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis semiotik sebagai dasar penelitian. Dengan pertimbangan bahwa semiotik melihat media (film) sebagai struktur keseluruhan, berupaya mencari makna yang laten atau konotatif, sedangkan analisis isi (metode kuantitatif) tidak cukup membantu peneliti untuk memperoleh latent of contents.
Kesimpulan: Representasi sosial yang terdapat dalam film “Surat Kecil Untuk Tuhan” adalah: Makna relasi sosial mewujud dalam berbagai dimensi hubungan. Pertama, dimensi hubungan di kalangan remaja dalam bentuk jalinan persahabatan dan pergaulan. Kedua, relasi sosial kekeluargaan, yakni hubungan antara anak dengan orang tua. Ketiga, interaksi antar-individu yang terwujud melalui sikap empati sosial para tokoh dalam perannya. Keempat, kisah roman dari tokoh utama dalam film ini. Empat makna relasi sosial tersebut merupakan fragmen-fragmen dari dinamika kehidupan manusia atau secara tidak langsung merefleksikan realitas sosial yang
Sedangkan: Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
5. Analisis Masyarakat Urban di Kota Bandung dalam Bingkai Karya Seni Karya Mufty Priyanka
Link: http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/komunikasiana/article/view/13233
Objek: Karya Seni Masyarakat Urban dikota bandung
Teori/Pendekatan: Representasi
Analisis: Penelitian ini mendeskripsikan komunikasi seni melalui budaya masyarakat Bandung dalam bingkai penciptaan seniterfokus pada fenomena kota kosmopolitankemudian mewujudkan bentuk masyarakat urban dengan segala bentuk gejala sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya di daerah Cicadas, gejala sosial yang muncul menjadi dinamika tersendiri yang dapat dikaji dari berbagai perspektif. Dalam penelitian ini, peneliti membuat sebuah bingkai berdasarkan persepsi terhadap gejala sosial yang terjadi di tengah dinamika masyarakat urban. Metode yang digunakan adalah Analisis deskriptif bersifat kualitatif dalam menggambarkan persepsi terkait hal-hal istimewa dari gejala sosial yang ditemukan saat melakukan pengamatan pada karya seni ilustrasi yang erat kaitannya dengan gambaran masyarakat urban. Penelitian ini menjabarkan makna-makna dari karya seni yang diciptakan olehseniman, ditemukan bahwa karya yang muncul merupakan wujud representasi gejala sosial yang dituangkan dalam bentuk karya seni dan secara tidak langsungmakapada karya seni MuftyPriyankamenjadi mediakomunikasipenciptanyamerespon berbagai isu terkait gejala serta interaksi sosial yang muncul di kawasan padat penduduk, atau kawasan yang muncul ditengah hiruk pikuk masyarakat urban Bandung dalam perspektif seni.
Kesimpulan: Dalam konteks komunikasi seni pada penciptaan karya yang dilakukan oleh Mufty Priyanka, persepsi diasumsikan sebagai inti dari komunikasi yang berlangsung dalam penyampaian pesan dalam karya-karya yg lahir. Ada kalanya persepsi yang muncul tidak akurat, namun tidak dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi dalam upaya penyampaian pesan yang terjadi tidak efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antarindividu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi dan membentuk identitas dari masing-masing pemaknaan yang muncul.Persepsi akan karya yang berangkat dari representasi
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
6. Analisis Feminisme dalam Film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak
Link: https://journal.untar.ac.id/index.php/koneksi/article/view/6154
Objek: si pembunuh
Teori/Pendekatan: semiotika Roland Barthes dengan metode penelitian kualitatif deskriptif.
Analisis: Dalam peneliti ini penulis mengamati melalui unsur naratif dari film ini dan menemukan dan menemukan beberapa penggambaran dalam penggalan-penggalan adegan yang dipusatkan pada tokoh Marlina dan Novi , menggunakan analisis semiotika Roland Barthes yitu denotasi, konotasi, dan mitos. Penulis menggunakan analisis semiotika untuk menganalissi adegan-adegan per sceneyang ada pada film “Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak” film ini bercerita tentang seorang perempuan berstatus janda yang ditinggal mati oleh suaminya kemudian menjadi korban pemerkosaan dan perampokan lalu ia memulai perjalananya dengan tujuan untuk menegakkan keadilan untuk dirinya yang telah menjadi korban.Denotasisignifierkonotasisignifiedmitos
Kesimpulan: Berdasarkan dari hasil penelitian dan pengolahan data yang dilakukan penulis, disimpulkan bahwa pada film “Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak” terlihat representasi feminisme berupa feminimse liberal yang diperlihatkan oleh karakter Marlina yang berjuang sendirian untuk mencari keadilan atas apa yang sudah dilakukan oleh para perampok. Selain itu karakter Novi juga memperkuat representasi tentang feminisme disini Novi menceritakan posisi dirinya bahwa wanita itu sosok penting dalam sebuah kehidupan yang tidak hanya mengandalkan emosional dan irasional saja dan bisa menjadi pemimpin untuk dirinya dan orang sekitarnya.
Sedangkan: Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
7. Analisis Kelas Sosial Dalam Film Gundala
Link: https://journalaudiens.umy.ac.id/index.php/ja/article/view/230
Objek: Film Gundala
Teori/Pendekatan: Representasi semiotika Roland Barthe
Analisis: Melalui hasil analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yang menunjukkan representasi kelas sosial melalui film gundala. Hasil penelitian ini dianalisis dalam bentuk tanda yang sifatnya verbal maupun non verbal yang berupa potongan-potongan adegan atau sceneyang terdapat pada film Gundalayang merepresentasikan kelas sosial. Dalam temuan yang dilakukan oleh peneliti, film Gundalamenunjukkan beberapa adegan yang menyinggung mengenai kelas sosial. Adapun diantaranya adalah mengenai representasi kelas sosial bawah, representasi kelas sosial atas, representasi konflik antar kelas, serta representasi kesenjangan antar kelas.
Kesimpulan: Hasil yang ditemukan mengenai representasi kelas dalam film tersebut dibagi menjadi empat kategori yaitu kelas sosial bawah melalui pendidikan, kelas sosial atas melalui kekayaan dan jabatan, konflik antar kelas pekerja dan pemilik modal, kemudian yang terakhir adalah kesenjangan antar kelas. Pertama kelas sosial bawah yang direpresentasikan melalui pendidikan, dimana Sancaka kecil tidak mendapatkan pendidikan formal yang baik dikarenakan faktor keluarga, lingkungan serta ekonominya yang tergolong miskin. Kedua kelas sosial atas yang direpresentasikan melalui kekayaan dan jabatan. Kekayaan yang ditampilkan yaitu melalui sebuah tanda berupa fashion yang digunakan, interior gedung dan harta yang mewah. Kemudian jabatan yang ditampilkan juga berupa kekuasaan wewenang yang dimiliki oleh anggota dewan legislatif. Dalam film Gundala konflik antar kelas direpresentasikan melalui adegan buruh yang melakukan demo kepada pemilik pabrik. Konflik kelas tersebut terjadi secara vertikal antara kelas bawah (pekerja) dan kelas atas (pemilik pabrik), adanya konflik tersebut karena pemilik pabrik tidak membayar upah buruh dengan layak. Kemudian kategori yang terakhir adalah representasi kesenjangan kelas melalui tempat tinggal. Kesenjengan ini tentunya diakibatkan kedudukan kelas yang mereka tempati. Dalam film Gundala kelas sosial bawah diperlihatkan tinggal di lingkungan kumuh dan rumahnya kurang adanya fasilitas. Sedangkan seseorang yang menempai kelas sosial atas ditampilkan mempunyai tempat tinggal mewah, bersih dan mempunyai fasilitas lengkap.
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
8. Analisis karya Ketidak adilan Gender
Link: http://atavisme.kemdikbud.go.id/index.php/atavisme/article/view/57
Objek: Kajian Feminisme
Teori/Pendekatan: HakikatGender
Analisis: Terjadinya ketidakadilan gender terha‐dap perempuan telah berlangsung sejak lama dan masif selama peradaban umat manusia. Ketidakadilan gender merupa‐kan sistem dan struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih luas kepada ke‐lompok ‘minoritas’ baik itu perempuan ataupun laki‐laki. Ketidakadilan peran ini dikonstruksi, disosialisasikan, diper‐kuat secara sosial dan kultural melalui ajaran agama maupun negara, bukan ka‐rena kodrat perempuan atau laki‐laki. Kondisi ini menimbulkan ketimpangan peran tidak hanya dalam ranah pribadi (private) tetapi juga dalam ranah umum (public). Ketidakadilan gender termani‐festasikan dalam pelbagai bentuk keti‐dakadilan, yakni marginalisasi atau pro‐ses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam ke‐putusan politik, pembentukan stereotip atau melalui pelabelan negatif, kekeras‐an (violence), serta beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden). Ma‐nisfestasi ini tidak bisa dipisah‐pisahkan kare g berkaitan dan na salinberpenga‐ruh secara dialektis. Dalam CeritadariBlora, kesemua aspek ketidakadilan gender yang telah dibicarakan pada bagian landasan teori hampir semuanya ditemukan. Hal ini bi‐sa jadi karena ide feminis (gerakan perempuan) pada saat novel ini dibuat belum merasuki karya sastra di Indone‐sia. Hal tersebut dibuktikan dengan penggambaran tokoh‐tokoh perempuan dalam karya sastra baik yang dikarang oleh perempuan maupun oleh laki‐laki masih dalam perspektif patriarki, se‐hingga penggambaran ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan da‐lam a m sangat kary sastra asih banyak ditemukan.
Kesimpulan: Terjadinya ketidakadilan gender terha‐dap perempuan telah berlangsung sejak lama dan masif selama peradaban umat manusia. Ketidakadilan gender merupa‐kan sistem dan struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih luas kepada ke‐lompok ‘minoritas’ baik itu perempuan ataupun laki‐laki. Ketidakadilan peran ini dikonstruksi, disosialisasikan, diper‐kuat secara sosial dan kultural melalui ajaran agama maupun negara, bukan ka‐rena kodrat perempuan atau laki‐laki. Kondisi ini menimbulkan ketimpangan peran tidak hanya dalam ranah pribadi (private) tetapi juga dalam ranah umum (public). Ketidakadilan gender termani‐festasikan dalam pelbagai bentuk keti‐dakadilan, yakni marginalisasi atau pro‐ses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam ke‐putusan politik, pembentukan stereotip atau melalui pelabelan negatif, kekeras‐an (violence), serta beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden). Ma‐nisfestasi ini tidak bisa dipisah‐pisahkan kare g berkaitan dan na salinberpenga‐ruh secara dialektis. Dalam CeritadariBlora, kesemua aspek ketidakadilan gender yang telah dibicarakan pada bagian landasan teori hampir semuanya ditemukan. Hal ini bi‐sa jadi karena ide feminis (gerakan perempuan) pada saat novel ini dibuat belum merasuki karya sastra di Indone‐sia. Hal tersebut dibuktikan dengan penggambaran tokoh‐tokoh perempuan dalam karya sastra baik yang dikarang oleh perempuan maupun oleh laki‐laki masih dalam perspektif patriarki, se‐hingga penggambaran ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan da‐lam a m sangat kary sastra asih banyak ditemukan.
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
9. Analisis BUDAYA POPULER DALAM FILM “SLANK NGGAK ADA MATINYA”
Link:http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp content/uploads/2016/08/Artikel%20Jurnal%20Upload%20Dwi%20(08-23-16-04-56-33).pdf
Objek: Budaya Populer Dalam Film
Teori/Pendekatan: Sudjiman dan van Zoest
Analisis: Film Slank Nggak Ada Matinya adalah film asal Indonesia bergenre
drama yang telah dirilis pada tanggal 24 Desember 2013, film Slank Nggak Ada
Matinya ini diproduseri oleh Chand Parwes Servia dan Faiz Servia dan
disutradarai oleh Fajar Bustomi. Film Slank pun melibatkan ribuan slankers pada
saat proses syuting, pemain film Slank Nggak Ada Matinya adalah Adipati
Dolken, Ricky Harun, Ajun Perwira, Aaron Ashab, Deva Mahenra, Meriam
Bellina, Joshua Pandelki, Tora Sudiro, Olivia Jensen, Alisia Rininta, Nadine
Alexandra, Jessica Mila, Kirana Larasati, Mikha Tambayong, dan Sahila Hisyam.
Di film ini, banyak terkuak tentang profil dan masalah-masalah yang pernah
menjerat para personil Slank. Perjalanan Band Legendaris ini sampai di puncak
kesuksesan sangatlah tidak mudah. Mereka banyak tergoda oleh narkoba, Namun
berkat dukungan dari keluarga besar Slank dan para Slankers, dan mereka dapat membuktikan bahwa Slank masih hidup di nadi para pecinta musik tanah air.
dan menjadi sebuah ikon sebagai generasi biru yang di artikan sebagai generasi
baru untuk masa mendatang.
Dimana unsur budaya populer dalam film ini menunjukan bahwa dari setiap
ucapan, bahasa tubuh dan juga aksi dari bintang film Slank memberi efek yang
kuat kepada masyarakat, khususnya slankers.
Maskulinitas di dalam film ini ditampilkan sangat menonjol bila dilihat dari
sosok aktor Kaka, Bimbim, Ridho, Ivanka, Abdee. Dari masing-masing aktor
tersebut terlihat jantan.
Film ini mengajarkan bahwa manusia harus belajar dari kesalahan, dan juga
memberi pembelajaran untuk tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum.
Kesimpulan: Dalam film ini, grup band slank sebagai sosok idola yang memiliki ciri khas
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
10. Analisis Karya PERLAWANAN MAHASISWA DALAM LIRIK LAGU DARAH JUANG DAN PEMBEBASAN
Link: http://ejurnal.unima.ac.id/index.php/kompetensi/article/view/7642
Teori/Pendekatan: semiotika Pierce
Analisis: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang, menurut Sugiyono(2010), dikenal sebagai metode baru yang disebut "artistik" karena proses penelitiannya bersifat lebih seni dan kurang terpola. Metode ini juga disebut sebagai "interpretatif" karena data penelitian lebih berfokus pada interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. Dalam pendekatan kualitatif, realitas tidak bersifat tunggal, dan setiap peneliti menciptakan realitas sebagai bagian dari proses penelitian yang bersifat subjektif dan tergantung pada perspektif peneliti. Lingkup penelitian kualitatif tidak dapat digeneralisasikan secara umum karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar, yang bertujuan untuk memahami realitas yang kompleks (Moleong, 2004: 6).Objek penelitian ini adalah unsur-unsur semiotika yang terdapat dalam lirik lagu Darah Juangdan Pembebasanyang merepresentasikan perlawanan mahasiswa. Instrumen penelitian yang digunakanadalah peneliti sendiri, serta literatur dan sumber-sumber penelitian lainnya yang mendukung analisis lirik lagu tersebut. Dua musisi biasa, yaitu John Tobing dan Safi‟i Kemamang, menjadi subjek penelitian dengan lagu-lagu mereka sebagai fokus analisis dalam konteks perlawanan mahasiswa.Teknik PenelitianYang dilakukan dalam Pengkajian lirik lagu ini menggunakan teknik penelitian kajian pustaka dengan pendekatan analisis konten atau content analysiskarena data berupa
Kesimpulan: aksi perlawanan mahasiswa yang tidak menggunakan cara kekerasan. Inisejalan dengan teori dari Adam Roberts bahwa perlawanan sipil yang di dalamnya digerakan oleh mahasiswa sebagai kaum intelektual telah muncul dengan berbagai bentuk melalui sejarah, dan telah menjadi dekat selama beratus-ratus tahun belakangan ini, tiga hal besar yang bisa memicunya Dekolonisasi, demokratisasi, dan persamaan rasial. Menyebabkan kampanye ini dikarakteristikan sebagai kegiatan tanpa kekerasan.Dalam lirik lagu Darah jaung representasi perlawanan yang muncul dalam adalah : Perlawanan terhadapeksploitasi sumber daya alam oleh kaum pemodal, perlawanan terhadap praktik ketidakadilan, dan perlawanan terhadap perampasan negara terhadap rakyat. Merujuk pada Tabel Analisis Simbol 1 dalam penggalan lirik Mereka dirampas haknya,Tergusur dan lapar, Bunda relakan darah juang kami, Tuk bebaskan rakyat, Mereka dirampas haknya, Tergusur dan lapar, Bunda relakan darah juang kami, Padamu kami berjanji. Sedangkan dalam lirik lagu Pembebasan representasi perlawanan yang muncul adalah : Penyatuan gerakan dan kekuatan, cita-cita perjuangan mahasiswa, dan semangat perjuangan merujuk pada Tabel Analisis Simbol 2. Dalam lirik : Buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota,Bersatu padu rebut demokrasi, Gegap gempita dalam satu suara, Demi tugas suci yang mulia, Hari-hari esok adalah milik kita, Terbebasnya massa rakyat pekerja, Terciptanya tatanan masyarakat, Demokrasi sepenuhnya, Marilah kawan mari kita kabarkan, Di tangan kita tergenggam arah bangsa, Marilah kawan mari kita nyanyikan, Sebuah lagu tentang pembebasan.
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
11. Analisis Hukum Dalam Cerpen Hakim Sarmin Karya Agus Noor
Link: https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPBS/article/view/20428
Objek: Cerpen
Teori/Pendekatan: kualitatif
Analisis: Rancangan penelitian yangdigunakan dalam penelitian ini adalahrancangan deskriptif kualitatif.Wendra(2017) menyatakan bahwa subjekpenelitian adalah sumber data di manadata penelitian diperoleh.Subjekpenelitian ini adalah cerpenHakim Sarminkarya Agus Noor, sedangkan objekpenelitian ini adalah representasi hukumyang terdapat dalam dalam cerpenHakimSarminkarya Agus Noor yang dikajidengan Teori Konflik Sosial Lewis A.Coser serta relevansi fenomena hukumdalam cerpenHakim Sarminkarya AgusNoor dalam pembelajaran tekscerpendiSMA. Metode pengumpulan data yangdigunakan dalam penelitian ini adalahmetode dokumentasi. Dokumen yangdimaksud adalah berita-berita dari mediamassa sebagai data untukmendeskripsikan gambaran konflik hukumdi Indonesia, cerpenHakim SarminkaryaAgus Noor untuk merepresentasikanhukum dalamcerpen terebut, dan silabusuntuk mengetahui kesesuaian ataurelevansi fenomena hukum dalamcerpentersebut dalam pembelajaran teks cerpendi SMA. Sejalan dengan metodepengumpulan data yang digunakan, yaitumetode dokumentasi, maka dalampenelitian ini digunakan instrumenpenelitian berupa kartu data. Dalammenganalisis data yang sudahdikumpulkan, peneliti menggunakanmetode analisis deskriptif kualitatif,sehingga langkah-langkah yang dilakukandalam tahap ini, yakni reduksi data (datareduction), penyajian data (data display),dan penarikan simpulan (conclusiondrawing/verification)
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian danpembahasan yang telah dipaparkan padabab sebelumnya, adapun hal yangmenjadi simpulan dalam penelitian ini,sebagai berikut.Pertama, berita-berita terkaitkonflik hukum di Indonesiamenggambarkan adanya ketidakadilanhukum di Indonesia. Hal tersebuttercermin melalui putusanpengadilanyang berat sebelah. Konflik yangtercermin dalam berita tersebut, yaitukonflik realistis dan konflik nonrealistis.Terdapat empat data konflik realistis dansatu konflik nonrealistis. Hal tersebutmenunjukkan adanya kecenderungankonflik realistis lebih sering terjadi dalamkonflik hukum di Indonesia.Kedua,cerpenHakim Sarminkarya Agus Noormerepresentasikanketidakadilan hukum yangterjadi diIndonesia. Terdapat tujuhdata konfliksosial Lewis A. Coserdengan rincian duadata konflik realistis dan limadata konfliknonrealistis. Terlihat bahwa konfliknonrealistis cenderung lebih banyakmenggambarkan konflik di dalam cerpen.Cerpentersebutmerefleksikan pristiwa-peristiwa hukum yang terjadi di Indonesiayang tercermin dari adanya kesamaanperistiwa hukum dalam cerpen dengankenyataan yang terjadi di Indonesia.Ketidakadilan petugas-petugas hukumdalam menangani kasus yang diceritakandalamcerpen tersebut juga terjadi dalamkehidupan nyata.Ketiga,fenomena hukum dalamcerpenHakim Sarminkarya Agus Noorrelevan digunakan sebagai bahan ajarteks cerpen untuk siswa kelas XI SMA,karena memenuhi tiga kriteria aspekpemilihan bahan ajar sastra, yaitu aspekbahasa, psikologi, dan latar belakangbudaya.Terdapat limadata dari segikonflik sosial Lewis A.Coser, denganrincian yaitu tigadata konflik realistis danduadata konflik nonrealistis yangdigolongkan ke dalam tiga aspekpemilihan bahan ajar sastra.Dari analisis Konflik Sosial LewisA. Coser, ternyata konflik yang terjadidapat bersifat positif. Konflik dapatmemiliki fungsi, baik pada konflik yangterjadi dalam kehidupan nyata maupundalam cerpen. Konflik-konflik yang terjadipada akhirnya dapat menyelesaikanketegangan dan mempertahankan nilai-
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
12. Analisis Psikologis Dalam Seni
Link: https://e-journal.umaha.ac.id/index.php/deskovi/article/view/521
Objek: Karya Seni Rupa
Teori/Pendekatan: kualitatif
Analisis: Dalam sebuah penelitian analisis sangatdiperlukan karena analisis data adalah cara untuk
mengolah data yang telah terkumpul agar mendapatkan
hasil, temuan dan kesimpulan dari suatu penelitian
yang telah dilakukan. Guna mengungkap data tersebut,
peneliti melakukan langkah analisis secara deskriptif
melalui beberapa tahapan, yaitu: 1) Mengidentifikasi
data yang terkumpul baik teks maupun bentuk visual,
yang diperoleh melalui observasi, wawancara
dokumentasi dan studi literatur, 2) membaca,
mempelajari dan menelaah keseluruhan data yang
terkumpul, baik data yang tertulis maupun visual dan
mengklasifikasikannya sesuai jenis dan sifat data, 3)
Mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan
yaitu membuat rangkuman inti, proses dan pernyataanpernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di
dalamnya, membuat memo dan diagram sebagai proses
pemusatan perhataian pada penyedarhanaan data kasar
yang muncul. Dari catatan lapangan dan transkripsi
wawancara tersebut dilanjutkan dengan cara
pengkodean secara menyeluruh, 4)Menyusun dan
mengkategorisasikan data berdasar pada masingmasing kategori permasalahan penelitian, dalam
pengkodean tahap kedua, 5)mengadakan pemeriksaan
data untuk menetapkan keaabsahan data sesuai dengan
teori yang telah ditetapkan sebelumnya, baik secara
tekstual maupun konstekstual, dan, 6) melakukan
penafsiran (menginterpretasikan) data yang telah
terseleksi dirangkai menjadi satu kesatuan analisis yang
utuh untuk mencari makna yang lebih luas (holistik)
dengan penulisan temuan berdasarkan pemikiran
mengkarakterisasikan tulisan tentang alam sebagai suatu genre (sastra) Analisis Puisi dengan Pendekatan Ekokritik Greg Garrard (2004)
Analisis: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan menerapkan metode analisis isi oleh Krippendorff. Metode analisis isi digunakan untuk menganalisis karya sastra meliputi nilai-nilai karakter apa saja yang terdapat dalam novel Si Jamin dan Si Johan karya Merari Siregar.Secara sederhana, analisis isi memandang data sebagai representasi dan bukan bagian dari peristiwa fisik, melainkan teks, gambar, dan ekspresi yang dibuat untuk dilihat, dibaca, ditafsirkan, dan ditindaklanjuti maknanya (Krippendorff, 2004). Oleh karena itu, data yang telah didapatkan harus dianalisis dengan mempertimbangkan kegunaannya.
Kesimpulan: Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam novel Si Jamin dan Si Johan karya Merari Siregar ditemukan enam dari tujuh karakter inti (core characters) pendidikan karakter milik Thomas Lickona, di antaranya karakter kejujuran (honesty), belas kasih (compassion), kegagahberanian (courage), kasih sayang (kindness), kontrol diri (self-control), kerja sama (cooperation), dan kerja keras (deligence or hard work). Karakter yang tidak nampak dalam keseluruhan cerita adalah karakter kerja sama (cooperation). Penulis cerita menggambarkan nilai-nilai karakter tersebut melalui narasi, deskripsi, maupun dialog (dapat berasal dari sudut pandang pengarang maupun dari antartokoh). Selain itu, ditemukan adanya relevansi terkait kandungan novel Si Jamin dan Si Johan dengan proses pembelajaran Bahasa Indonesia kelas XI pada kompetensi dasar 3.11 dan 4.11 dengan pelaksanaan pendidikan karakter di SMA. Novel Si Jamin dan Si Johan mampu digunakan sebagai bahan atau media ajar ketika melaksanakan pembelajaran, sebab sejalan dengan KD yang membahas mengenai pesan dalam buku fiksi (novel). Tidak sebatas itu, novel Si Jamin dan Si Johan juga telah memuat pendidikan karakter di dalam ceritanya. Oleh karena itu, melalui pengimplementasian pendidikan karakter pada pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas XI jenjang SMA, pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran dapat terlaksana dengan efektif dan efesien.
16. Analisis Sinematik Modern
Link: http://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/jentera/article/view/1192
Objek: Karya Sujiwo Tejo
Teori/Pendekatan: representasi dengan pendekatan antropologi sastra.
Analisis: Unsur kebudayaan merupakan bagiandari suatu kebudayaan yang dapat digunakansebagai analisis. Menurut (Koentjaraningrat, 2015: 156)kebudayaan terbagi ke dalam tujuh unsur, yakni bahasa, sistem pengetahuan,organisasi so-sial, sistem peralatanhidup danteknologi, sistem mata pencaharian hidup, sis-tem religi, dan kesenian. Dalam penelitian yang berjudul Representasi Pewayang-an Modern pada novel Rahvayana Aku Lala Padamukarya Sujiwo Tejo terdiri atas dua hal yaitu, 1) Pandangan dunia: representasi pewayangan modern (struktur dialogis) dan kelompok sosial dalam novel Rahvayana Aku Lala Padamukarya Sujiwo Tejo. 2) unsur kebudayaan secara umum: sistem kemasyarakatan, sistem bahasa dan sastra, dan sistem pengetahuan
Kesimpulan: Dalam menciptakan sebuah karya, khususnya karya sastra dalam pembahasan pada penelitian ini terungkap bahwa, pengarang secara tidak langsung dapat mengangkat pem-bahasan di dalam karyanya dengan melihat dunia dan unsur budaya. Pada penelitian ini, pandangan dunia ditandai dengan berkembangnya teknologi yang berinovasi dan berkembang, alat komunikasi yang canggih, dan media komunikasi yang beragam. Suatu bentuk representasikan pengarang melalui cerita pewayangan. Pada pandangan dunia terbagi atas struktur dialogis dan kelompok sosial. struktur dialogis ditunjukan dengan komunikasi yang komunikatif antara Rama dan Sinta. Kelompok sosial yang ditunjukan pada tingkah laku tokoh dalam cerita. Selanjutnya terdapat unsur kebudayaan secara umum yang meliputi sistem ke-masyarakatan, yang terlihat pada penggalan cerita yang memiliki keadaan estetis. Sistem bahasa dan sastra, terlihat melalui interaksi antara Rama dan Sinta yang bercerita tentang Tristan dan Isolde. Sistem pengetahuan, diungkap ketika Rama dan Sinta bercerita ten-tang Black Swan, sebenarnya pada masa pewayangan belum ada cerita tersebut, hal ini merupakan bentuk improvisasi dan konstruksi pengarang terhadap karyanya
Sedangkan: Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
17. Analisis Dua Anak Kecil Digerobak
Link: https://mail.journal.moestopo.ac.id/index.php/Humaniora/article/view/1559
Objek: Karya Dayat Sutisno
Teori/Pendekatan: semiotika Charles Sanders Pierce
Analisis: Karya fotografi Dayat Sutisno
mengandung pesan serta makna yang
berhubungan dengan stratifikasi sosial dan
sisi humanisme. Tidak mudah memaknai
sebuah pesan secara langsung setelah
melihat lebih dalam dari hasil foto-foto
Dayat Sutisno karena yang ditonjolkan
adalah konsep human Interest yang
berfokus pada anak-anak kecil yang ia
jadikan sebagai objek dalam fotografi.
Genre foto human interst yang dikemas
kedalam bentuk humanis atau humanisme
yang terbentuk dalam foto dengan objek
anak-anak kecil sebagai tanda sebuah
golongan sosial di masyarakat, seperti
masyarakat kelas bawah, kelas menengah,
dan kelas atas atau golongan masyarakat
ekonomi besar/kaya (lower class, middle
class, dan upper class).
Menurut kajian semiotika yang
terkandung didalamnya berupa tanda-tanda,
kajian semiotika Charles Sanders Pierce
terdapat tanda yang ada pada foto anakanak kecil dalam objek foto, properti dari
foto, dan warna pada foto hasil karya Dayat
Sutisno.
Pada semiotika Charles Sanders Pierce
berdasarkan objeknya membagi tanda atas
icon, index, dan symbol. Icon merupakan
tanda yang berhubungan antarapenanda dan
petandanya bersifat bersamaan bentuk
alamiah, atau dengan kata lain icon adalah
hubungan antara tanda dengan objek atau acuan yang bersifat kemiripan
Kesimpulan: Foto anak-anak hasil karya Dayat Sutisno memiliki genre human interest dan juga sebagai suatu pesan yang bermakna untuk mengkrtik masyarakat dalam melihat realitas sosial, yang dimana bisa mengubah tindakan dan perilaku manusia agar lebih peka terhadap sesamanya. Foto anak-anak yang bergenre human interest yang ada di sosial media sebagai makna pesan untuk mengetahui respon publik yang ada disosial media.
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
18. Analisis Sistem Pernikahan Budaya Jogja
Link: https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/seloka/article/view/14768
Teori Pendekatan: representasi pernikahan dalam ritualisme adat Jawa
Analisis: enelitian ini termasuk dalam kategori penelitian sastra. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan salah satu pendekatan dalam membedah sebuah karya sastra dengan pendekatan sosiologi sastra dan metode metode heuristik dan hermeneutik. Metode heuristik merupakan cara kerja yang dilakukan oleh pembaca dengan menginterpretasikan teks sastra secara referensial lewat tanda-tanda linguistik. Metode heuristik menghasilkan pemahaman makna secara harfiah, makna tersurat, dan actual meaning (Nurgiyantoro,2007).Metode heuristik berguna untuk memilih data fisik yang baik sehubungan dengan faktor kebahasaan maupun aspek pembentuk karya sastra. Sedangkan metode hermeneutik lebih fokus terhadap makna yang timbul pada karya sastra.Lebih lanjut penelitian yang berjudul Representasi Sistem Pernikahan Budaya Jawa dalam novel Perempuan Jogjakarya Achmad Munif akan menggunakan desain penelitian dengan teori representasi. Representasi merekonstruksi serta menampilkan berbagai faka sebuah objek sehingga eksplorasi makna dapat dilakukan dengan maksimal (Ratna,2003). Jika dikaitan dengan bidang sastra, maka representasi dalam karya sastra merupakan penggambaran karya sastra terhadap suatu fenomena sosial.
Kesimpulan: Simpulanhasil penelitian terhadap novel RTJ karya Asma Nadia ada dua hal.Pertama, struktur teks novel Perempuan Jogjameliputi; (a) tema yaitu ketegaran seorang perempuan, (b) tokoh dan penokohan, Rumanti memiliki sifat rajin, cekatan, setia, patuh, keibuan, dan bijaksana; RM Danudirjo memiliki sifat egois, dan tidak setia; RA Indri memiliki sifat berani melawan, peduli sesama, tidak suka mencampuri urusan orang lain namun juga pemarah, dan kurang bijaksana; Ramadan memiliki sifat tahu diri dan pekerja keras; (c)alur dalam novel Perempuan Jogja yaitu alur maju; (d) latar tempat berada di Bantaran kali Code, Sanggar RM Sudarsono,Rumah RM Sudarsono, Pendopo pantai Paragkusumo, Pendopo ndalem Sudarsono, Rumah RM Sudarsono, Badara Adisucipto, dan restoran. Latar waktu yaitu pagi, sore, dan juga malam hari. Latar suasana yang muncul yaitu sedih, marah, tegang, dan emosi. Latar sosial yang ada yaitu latar budaya masyarakat miskin dan kehidupan sosial masyarakat kaya. (e) sudut pandang yang digunakan yaitu orang ketiga serbatahu. Kedua, representasi sistem pernikahan budaya Jawa yang terdapat dalam novel Perempuan Jogjayaitu representasi masyarakat Jawa yang masih mengenal perjodohan, representasi kehidupan pernikahan masyarakat Jawa, representasi pernikahan antarkelas sosial, dan representasi pernikahan dalam ritualisme adat Jawa. Perjodohan terjadi antara Rumanti dan Danu yang merupakan dua berlainan jenis yang berbeda kelas sosial. Perjalanan kehidupan pernikahan Danu dan Rumanti pun sesuai dengan kodrat istri, bahwa seorang istri harussetia, patuh dan tunduk kepada suami. Novel Perempuan Jogja juga menampilkan adanya pelaksanaan pernikahan yang masih mengikuti ritual Jawa dengan adaya pakaian kebaya yang dikenakan dan juga gending kebogiro yang dikumandangkan selama upacara perniakahan dilakukan
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
19. Analisis Ketakutan Dalam Foto Jenazah
Link: https://journal.untar.ac.id/index.php/koneksi/article/view/10672
Objek: Karya Jhosua Irwandi
Teori/Pendekatan: representasi, semiotika Ferdinand de Saussure
Analisis: Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, bertujuan supaya dapat menentukan, memahami, menjelaskan dan memberi gambaran yang lebih jelas.Metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapatdiamati(Hasnunidah, 2017). Menurut Arikunto (2010), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang studi kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan studinya.Teknik analisis data yang digunakan adalah metode semiotik Saussure yang fokus terhadap tanda. Saussure menggambarkan tanda sebagai struktur biner, yaitu struktur yang terdiri dari dua bagian: pertama, bagian fisik, yang disebut sebagai
Kesimpulan: Makna yang ada dalam foto jenazah Covid-19 karya Joshua Irwandi, dan hasil analisis secara semiotikaFerdinand de Saussureterdapatadanyasebuah kesedihan, ketakutan yang mendalam,keterbatasan gerak, nafas hingga sudut pandang. Ditilikdariwarnalatar tempat foto yaitu warna coklat keemasan ke biru tua yang merupakan warna tanah dan secara psikologi artinya kembali ke asalnya kembali ke tanah. Warna biru melambangakan ketenangan, dingin, dan gelap. Betapa kengerian hingga dinginnya suasana ruang ini berdasarkan gradasi warna yang muncul dari foto tersebut dan adanya sebuah harapan besar untuk kehidupan baru dikemudian hari yang terlihat dari satu pusat cahaya lampu dalam foto.Representasi ketakutan dalam foto jenazah Covid-19 karya Joshua Irwandi dapat dirasakan oleh masyarakat, ini terbukti dari pernyataan yang di berikan oleh narasumber pada sesi wawancara. Ketakutan itu menimbulkan dampak “ngeri” setelah melihat foto tersebut.Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa foto karya Joshua Irwandi ini memiliki penanda dan pertanda. Artinya karya ini dapat dijadikan sebagai media komunikasi sebagai informasi kepada masyarakat.Foto dapat menjadi alat komunikasi untuk menyapaikan apa yang sedang terjadi saat ini ataupun saat yang lalu. Foto dapatmenjadi sebuah penghubung antar dunia yang dapat dijangkau oleh orang kebanyakan dan dunia yang hanya sedikit orang tahu.Dari foto jenazah Covid-19 karya Joshua Irwandi ketakutan jelas tersampaikan kepada orang yang melihat foto tersebut
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
20. Analisis MONSTROSITAS PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN SIHIR PEREMPUAN KARYA INTAN PARAMADITHA
Link: https://ocs.unmul.ac.id/index.php/JBSSB/article/view/7759
Objek: Cerpen Sihir
Teori/Pendekatan: monstrous feminine Barbara Creedkualitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik baca dan teknik
catat. Analisis data menggunakan teori fakta cerita dan monstrous feminine untuk
memperoleh gambaran mengenai representasi monstrositas perempuan. Teknik analisis data
yang digunakan yaitu dengan tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
22. Analisis PERJUANGAN PEREMPUAN REVOLUSI PADA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LARASATI
Link: http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/widyabastra/article/view/11664
Objek: KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
Teori/Pendekatan: struktural
Analisis: Metode yang digunakan dalam penelitian “Representasi Perjuangan Perempuan Revolusi Pada Tokoh Utama Dalam Novel Larasati karya Pramoedya Ananta Toer” ini menggunakan metode analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis). Metode ini digunakan untuk melihat sebuah makna yang dikandung dalam sebuah karya sastra, serta bagaimana kaitannya dengan konteks sosio-kultural karya sastra itu dibuat. Penggunaan metode ini berfokus pada bahasa dan wacana. Menurut Yoce (2009) Wacana adalah pembahasan bahasa serta uturan yang harus ada dalam suatu rangkaian kesatuan situasi atau dengan
kata lain, makna dari suatu bahasa berada
didalam rangkaian konteks dan situasi.
Ketika membuat suatu karya sastra,
Sastraan akan merekam dan merespon,
mengkritik, atau menggambaran situasi
sosial masyarakat yang mencakup pilihan
bahasa, dari kata hingga sampai ke
paragraf. Hasil inilah yang disebut
“Wacana” atau realitas yang berupa tulisan
(Sapardi, 2011). Metode penelitian ini
tidak hanya semata-mata mendeskripsikan,
tetetapi yang lebih penting dan utama
adalah menemukan makna yang ada dan
terkandung didalamnya, sebagai sebuah
makna yang tersembunyi. Nantinya hasil
yang akan dipaparkan bukan kedalam
bentuk angka melainkan kedalam sebuah
bentuk deskripsi dan tulisan (Ratna,
2010:94).
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan pendeketan
hermeneutika. Menurut Heidegger dalam
Eagleton (2006), kata hermeneutika adalah
ilmu atau seni penafsiran. Pendekatan
hermeneutika ini membantu untuk
memahami makna apa yang terkandung di
dalam sebuah novel. Sederhananya
hermeneutika berarti tafsir. Suwardi
(2011) mengatakan hermeneutika adalah
sebuah paradigma yang berusaha
menafsirkan teks atas dasar logika
linguistik. Menurutnya logika akan
membuat sebuah penjelasan teks sastra dan
pemahaman makna dengan menggunakan
“makna kata” yang akan berhubungan
dengan konsep semantic teks sastra serta
“makna bahasa” yang lebih bersifat
kultural. Pendekatan hermeneutika ini
berupaya untuk memahami sebuah
fenomena yang terdapat di dalam sebuah karya sastra secara mendalam
Kesimpulan: Berdasarkan hasil analisis
mengenai Representasi Perjuangan
Perempuan revolusi pada Tokoh Utama
dalam Novel Larasati karya Pramoedya
Ananta Toer dapat disimpulkan bahwa
hasil penelitian ini tentang bagaimana
perjuangan Larasati sebagai tokoh utama
yang berjuang pada zaman revolusi fisik
atau lebih tepatnya perang pasca
kemerdekaan, atau pada dalam buku
sejarah kita biasa mengenalnya dengan
Agresi Militer I pada tahun 1945-1949.
Representasi perjuangan perempuan
revolusi Melalui tokoh Larasati telah
menggambarkan bagaimana perjuangan
perempuan pada masa revolusi, di sini
Larasati sebagai tokoh utama
merepresentasikan dirinya sebagai
perempuan yang yang ikut berjuang
melawan para penjajah demi mendapat
kemerdekaan yang seutuhnya berjuang
lewat beberapa sektor dan bidang, yang
pertama adalah bagaimana Larasati
merepresentasikan perjuangan perempuan
pada masa revolusi ikut berjuang melawan
penjajah melalui jalan kesenian, pun
banyak mendapat pandangan sebelah mata
tetapi perjuangan Larasati melalui jalan
kesenian ini ikut ambil andil di dalam
perjuangan revolusi. Kedua, tokoh
Larasati merepresentasikan bagaimana
perjuangan perempuan pada saat itu
berjuang melawan penjajah melalui
perang, walaupun bukan ahli strategi atau
ahli taktik perang tetapi ikut serta nya
tokoh Larasati dalam perang gerilya untuk
melumpuhkan tentara NICA adalah salah
satu bukti penggambaran bahwa
perempuan pada masa itu juga dapat ikut
berperang walaupun harus dengan
mengangkat senjata. Ketiga, Larasati
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
23. Analisis Novel Dilanku
Link: http://www.e-jurnalmitramanajemen.com/index.php/jmm/article/view/576
Objek: Karya Pidi Baiq
Teori/Pendekatan: representasi feminis
Analisis: Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit,melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain (Mill Hubarman, 2007:224). Teknik analisis data pada penelitian ini penulis menggunakan tiga prosedur perolehan data.1. Reduksi DataReduksi data adalah proses penyempurnaan data, baik pengurangan terhadap data yang dianggap kurang perlu dan tidak relevan, maupun penambahan data yang dirasa masih kurang. Data yang diperoleh di lapangan mungkin jumlahnya sangat banyak. Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.Dengan demikian data yang akan direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2007:247).Dalam proses reduksi data peneliti telah mengurangi data yang tidak di butuhkan dan menambahkan data-data yang perlu untuk melengkapi data yang ada atau yang di rasa cocok untuk ditambahkan. 2. Penyajian DataDengan mendisplay atau menyajikan data akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi selama penelitian berlangsung. Setelah itu perlu adanya perencanaan kerja berdasarkan apa yang telah dipahami. Penyajian data merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun berdasarkan kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan. Mill dan Huberman dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Ia mengatakan “yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang sbersifat naratif” (Sugiyono, 2007:249). Dalam hal penyajian data peneliti telah mengumpulkan data serta mengelompokannya sesuai dengan kategorinya masing-masing. Setelah dilakukan pengelompokan peneliti melakukan perencaan kerja dengan data-datayang telah di temukan. 2Verifikasi Data Langkah terakhir dalam teknik analisis data adalah verifikasi data. Verifikasi data dilakukan apabila kesimpulan awal yang dikemukan masih bersifat sementara, dan akan ada perubahan-perubahan bila tidak dibarengi dengan bukti-bukti pendukung yang kuat untuk mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Bila kesimpulan yag dikemukan pada tahap awal, didukung dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukan merupakan kesimpulan yang kredibel atau dapat dipercaya (Sugiyono, 2007:252).Peneliti melakukan verivikasi data sesuai dengan data-data yang ditemukan dan data tersebut bersifat sementara. Data yang telah dikelompokan dan disesuaikan oleh bukti yang valid agar data tersebut, dapatmenjadi bukti yang kuat untuk di kemukakan.
Kesimpulan: Feminisme menggalikan keseluruhan aspek mengenai perempuan, menelusuri aspek-aspek kesejarahannya, klasifikasi, periodisasi, kaitannya dengan teori-teori yang lain, sekaligus menyususn ke dalam suatu kerangka-kerangka konseptual. Feminis merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan postmodernisme dan postrukturalisme. Pada tataran ini feminisme sudah menjadi postfeminisme sekaligus mengadopsi konsep-konsep penting postrukturalisme yang dianggap sesuai untuk menyelesaikan masalah-masalah perempuan. Novel merupakan karya sastra yang paling baru dibandingkan puisi, drama, dan lainnya. Dalam Kamus American College, noveldiartikan sebagai suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dala
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
24. Analisis SEMIOTIKA JOHN FISKE MENGENAI REPRESENTASI PELECEHAN SEKSUAL
Link: https://www.journal.moestopo.ac.id/index.php/pustakom/article/view/1963
Objek: Film Penyalin Cahaya
Teori/Pendekatan: analisis
Analisis: pendekatan untuk mengatasi masalahpenelitian. Penelitian ini akan
menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
datanya didapatkan dalam bentuk tulisan
atau kata-kata, hasil pengamatan, atau dari
gambar (Neuman, 2014). Hasil penelitian
ini bisa mencakup suara dari partisipan,
reflesivitas dari peneliti, interpretasi
terhadap masalah penelitian atau kontribusi
pada literature bagi perubahan dan metode
ini diperlukan untuk mengeksplorasi
fenomena dari perspektif yang jauh dan
fenomena itu sendiri dan hal itu merupakan
kunci, ide atau proses yang dipelajari dalam
kualitatif. (Creswell, 2015). Kemudian
paradigm yang digunakan pada penelitian
ini adalah paradigma kritis yang
menekankan pada konstelasi kekuatan yang
terjadi pada saat proses produksi dan
mereproduksi makna (Ardianto & Q-Anees,
2009).
Dalam penelitian ini penulis
menggunakan semiotika model John Fiske
karena semiotika John Fiske
mengemukakan teori tentang kode-kode
televisi (the codes of television) yang
memiliki tiga level yaitu level realitas, level
representasi, dan level ideologi yang bisa
dipakai untuk menganalisa gambar
bergerak seperti film maupun tayangan
televisi (Vera, 2014). Teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah dengan metode
dokumentasi. Dokumentasi sendiri
merupakan hasil dari catatan public atau
pribadi yang didapatkan daru situs atau
peserta dalam penelitian tersebut. Hal itu
bisa mencakup surat kabar, risalah rapat,
jurnal pribadi, dan surat. Pada penelitian ini,
data yang akan dikumpulkan tidaklah terdiri
atas angka. Namun, berupa kata-kata dan
kode. Data yang dikumpulkan oleh peneliti
terdiri data primer, data sekunder,
observasi, dan dokumentasi.
Peneliti akan membagi unit analisis
per adegan yang menampilkan aspek-aspek
pelecehan seksual. Setelah mendapatkan
data, peneliti kemudian menjabarkan
pembahasan secara mendalam dan analisa
mengenai representasi pelecehan seksual
pada film Penyalin Cahaya (Photocopier)
dengan menggunakan teori analisis John
Fiske, dimana peneliti akan menafsirkan
penemuan pada tiga level, yaitu level
realitas, level representasi dan level
ideologi. Untuk memastikan keabsahan
data, peneliti menggunakan metodi
triangulasi sumber, yaitu dengan
membandingkan atau mengecek ulang
kepercayaan suatu informasi yang diperleh
dari sumber yang berbeda-beda. Kemudian,
peneliti akan menyampaikan kesimpulan
yang didapatkan selama melakukan
penelitian dan analisa terhadap film
27. Analisis Lagu Asmilibrasi
30. Analisi Kehidupan Religius Masyarakat Islam Kejawen Di Yogyakarta Pada Tahun 1868 M – 1912 M
Link: https://jurnal.umj.ac.id/index.php/penaliterasi/article/view/4448
Objek: Novel Karya Haidar Musyafa
Teori/Pendekatan: Tahayul-Bid’ah-Churafat,
Analisis: Padabagianini,untukmengkaji penelitianinimenggunakanjenispenelitian kualitatif yangbertujuanuntuk memahamifenomena-fenomenadengan cara mendeskripsikandalambentukkata-katayangberdampakbagipembaca(MoleongdalamEggyFajarAndalas, 2017:185). Untukmemahamimaknanya diperlukan membaca novelDahlan:SebuahNovel(2017)sajatanpaharus membandingkandengannoveltentangbiografi kehidupan K.H.AhmadDahlan lainnya dengan unsur tekslain.Pemaknaan dilakukan dengan aspek kehidupanreligiusbermasyarakat.Jenis penelitian ini digunakan karena data yang digunakan berupa kalimat-kalimat yang konfliknya terjadi pada kehidupan religius bermasyarakat Muhammad Darwis (K.H. AhmadDahlan).Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan antropologi sastra, pendekatan ini digunakan pada karya sastra karena pendekatan ini sangat relevan karena tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana representasi kehidupan religius masyarakat Islam kejawen yang terjadi pada tahun 1868 M –1912 M yang berada di Yogyakarta dalam Novel Dahlan: Sebuah Novel (2017) karya Haidar Musyafa yang mengalami penyimpangan dari ajaran agama Islam yang sebenarnya.
Kesimpulan: Novel Dahlan: SebuahNovelkaryaHaidar Musyafaberisikantentang representasi kehidupanreligiusmasyarakat Islam kejawen yang ada diYogyakarta.Hal ini terjadi, karena adanyakepercayaanyangmasihmelekatdan dianggapolehmasyarakatsekitarbahwasemua peninggalan itu ajaran yang adadidalam agama Islam. Akan tetapi,semuaajarantersebutbukanlahajaranagamaIslam,melainkanajaranagamaHindu-Budha.Adanyakehidupanreligiusmasyarakat Islamkejawenmenimbulkanadanyapercampuranagamadanpenyelewengandalam beragama.Dalam novel Dahlan: Sebuah Novel karyaHaidar Musyafa terdapat kesenjangan didalamnya terdapat masalah beragama kehidupan religius masyarakat yang digambarkan dalam dialog antar tokoh dengan masyarakat sekitar karena merasa masyarakat disekitarnya menjalankan ajaran yang tidak ada dasarnya di dalam ajaran agama islam dan masih mempercayai hal-hal yang berbau Tahayul-Bid’ah-Churafat semua itu jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam yang sesungguhnya
Sedangkan Artikel Saya membahas karya digital dengan menggunakan teori representasi yang dikembangkan oleh Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1957-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serika. Latar belakag keilmuan adalah linguistik,
Komentar
Posting Komentar